How Much People Look my Blog :-3

'bout me :3

Nyu :3

"fiechan", so my friends call fie. Fie was female, age 16 y.o this October 17y.o, 2nd senior high school class, I like writing , drawing, and singing. Fie always think everyone is fie's friend. either is from Real or virtual ... oo this is a special blog about my works/story or my thoughts... hope you colud feel comfortable : D
En don't forget to leave commont, eh xD comment i mean

arigato Minna ~ (/^0^)/
Ai Lope Yuu :*

Kamis, 11 Agustus 2011

Agent Academy (part II)

Kadangkala aku berpikir bagaimana mungkin aku bisa – bisanya tak curiga dengan objek yang ada dalam pandangan naluriku tadi. Yang dimana ciri dari Musuh sudah terlihat jelas. Maksudku, mana ada orang yang memakai topi dimalam larut yang bahkan tidak ada cahaya matahari sama sekali. Atau kaca mata hitam dilangit super gelap, pada jam setengah sepuluh malam tepatnya. Dan kala itu aku merasakan betapa bodohnya aku saat itu, dilihat dari manapun itu pasti adalah  pengedarnya.
“ dimana objek sekarang ?”, tanpa kusadari Ron berlari sejajar disampingku.
“ 20 meter dari belokan gedung bercat hijau itu”, kataku cepat sambil melihat jam.
“ oh tidak ! ”, seruku.
“ objek mulai bergerak cepat, sepertinya ia telah naik kesebuah kendaraan. Dan kupikir itu adalah mobil ”, kataku sedikit panik sambil memberi aba – aba untuk bergerak lebih cepat.
            Sial, secepat – cepatnya kami berlari tidak akan mungkin bisa mengejar kecepatan mobil yang sedang mengebut. Titik kuning itu semakin menjauh dan menjauh. Membuatku menggigit bibirku, apa yang harus kulakukan selanjutnya. Rasanya aku hampir putus asa kalau saja suara Mr. Robbert terdengar ditelingaku, tepatnya dari mini phone ditelingaku.
“ Cellonia , pakai mobil yang ada dua meter didepanmu sekarang. Ikuti musuhmu”, katanya. Dan aku langsung bergegas menuju mobil yang dimaksud, tak peduli itu milik siapa.
“ biar aku saja ”, Ron mendahuluiku lalu sepersekian detik kemudian ia sudah berada didalam mobil.
     Aku mendengus pelan, lalu masuk kebangku depan diikutin Annie dan yang lainnya dibangku belakang.
“ Ron, bagaimana kita bisa…”, rasanya pertanyaanku itu tak usah dilanjutkan lagi saat melihat Ron mengeluarkan laser kecil, lalu mengarahkan cahaya merahnya kelobang kunci dan sedetik kemudian mobil sudah menyala. Well, kupikir dia cukup hebat.
“ Posisi, dimana posisinya ? ”, Ron memajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
“ 400 meter didepan. Kupikir kita harus cepat karena kecepatan mobil itu mencapai 90km/jam ”, jelasku lalu menatap keluar jendela. Tiba-tiba aku mengucapkan sesuatu yang bahkan tidak terpikirkan untuk diucapkan.
“ hari ini tidak melenceng… ”, gumamku kecewa. Dan aku langsung melotot kaget saat menyadarinya. Aku dapat merasakan semuanya menatapku, kecuali Ron. Tapi aku yakin dia mendengarku.
what ? ”, Tanya Stevanie. Aku yakin dia sebenarnya sudah mengerti apa yang kupikirkan, tapi yang dia tanyakan sebenarnya adalah ‘Mengapa bisa-bisanya aku berpikiran seperti itu dalam kondisi seperti ini’ dan bukan ‘Apa yang kau ucapkan barusan’.
       Aku tertawa kecil sambil memejamkan mata, aku sendiri bingung kenapa aku sempat-sempatnya tertawa. Dalam pejaman mataku itu, tepatnya sebelum aku membuka kedua mataku. Selintas terlihat gambar seorang wanita tua berpakaian warna merah pekat sedang membawa sebuah tas hitam kecil, dia sedang menggenggam sebuah tali yang merupakan tali anjing yang sedang ia bawa disisinya. Anjing berwarna putih berbulu lebat. Aku membuka mataku,
“ ada apa Cell ? ”, Annie sepertinya sudah hafal dengan jenis pelotottan mataku. Maksudku, kau tahu, jika menyadari sesuatu aku akan melotot sekilas, namun pelototan itu merupakan pelototan kaget dan bukan pelototan marah.
            Tetapi aku mengabaikan pertanyaannya dan langsung memencet tombol pengaktif suara dibagian kanan jam.
“ lacak seorang nenek tua berbaju merah dan sedang menjijing anjing berwarna putih disekitar sini ”, kataku pada jam ditanganku. Setelah proses loading yang memakan waktu sekitar 60 detik, sebuah titik baru berwarna orange muncul dari arah berlawanan dari titik berwarna kuning. Aku mendesis, jauh sekali. Sekitar 600 meter diarah Barat Daya.
“ Annie ! ”, seruku sambil menoleh kepada Annie.
Yes ? ”, Annie terhenyak kaget.
“ ikut aku, kita akan kearah Barat Daya. Objek kedua sudah terlihat ! ”, kataku sambil membenarkan posisi mini phone ditelingaku.
“ All Right ”, Annie memakai ranselnya kuat-kuat.
“ Yang lainnya disini, ikuti objek pertama ! ”, perintahku lalu membuka jam ditanganku dan menyerahkannya pada Steven.
“ Pakai ini ”, kataku.
“ bagaimana dengan kamu ? ”, Tanya steven.
“ Instingku lebih tajam dibandingkan jam itu ”, aku menarik sudut sebelah kanan bibirku keatas lalu mulai membuka pintu, namun sebuah tangan menarik lenganku.
“ Aku Ikut ! ”, kata Ron tiba-tiba.
What ?, no no! you stay here with us ! ”, seruku tapi Ron tetap mencengkram lenganku.
“ Feelingku bilang aku harus ikut dengan kau, Mrs. Cellonia ”, Ron menaikan sudut bibirnya mengikutiku.
 Aku mendengus lagi,
Well, terserah kau ”, Ron lalu melepaskan tanganku dan turun bersamaan dengan aku dan Annie. Dan Steven segera mengambil posisinya pada setir kemudi.
becareful honey ”, pesanku pada Stevanie sebelum aku membalikkan posisi badanku kearah Barat Daya.
Follow me ”, kataku sambil melangkah cepat, diikuti yang lainnya. Baru beberapa puluh meter jaraknya dari posisi awal, mini phone-ku menyala.
Mrs. Cellonia, apa yang kau lakukan ?, arahmu berlawanan dari arah objek tujuanmu ! ”, seru Mr. Robbert dari balik sana.
 mengikuti objek kedua sir ! ”, jawabku lantang sambil tetap berlari.
Apa maksudmu ?, tidak ada objek kedua pada latihan kali ini, satu regu hanya satu objek !. dan tidak ada objek satupun diarah tujuanmu itu ! ”, seru Mr. Robbert lagi, kali ini suaranya lebih lantang.
“ Cell ”, sebuah tangan menarik lenganku hingga aku hampir terguling kebelakang. Untung saja tangan itu dengan cepat berpindah posisi untuk menahan badanku yang oleng. Tangan itu milik Ron.
“ Kau ! ”, hampir saja aku membentaknya kalau saja aku tidak cepat menyadari bahwa saluran telekomunikasiku masih terhubung.
“ kupikir kita harus kembali, akan kuhubungi Steven, kita bisa memakai kendaraan lain untuk menyusulnya”, katanya membuatku mencibir.
“ tapi ”
“ Cell-ku sayang ”, Annie menepuk pundakku pelan.
“ Kali ini harus kukatakan kita harus kembali. Kau tahu, Mr. Robbert tak pernah salah”, katanya membuatku menghela nafas.
“baiklah”
            Akhirnya kami memutuskan untuk berbalik mengejar target pertama. Disela-sela aku mengatur nafasku, aku masih merasa yakin bahwa aku tak salah. Benar, selama ini feelingku tak pernah salah!. Namun kiranya percuma saja, mereka tak akan percaya dengan feelingku akhir-akhir ini. Aku harus cari cara !.
   Aku menoleh kearah ransel yang dikenakan Annie, sebuah ide dengan cepat mendatangiku. Aku memang seorang pemikir yang cerdas kalau soal urusan kabur-mengabur dalam tugas. Aku melepas mini phoneku, lalu menggulungnya menjadi gumpalan kecil. Lalu menempelkannya pada kancing ransel Annie yang terbuat dari magnet dengan cepat, sangat cepat, –dan aku cukup yakin kalau tidak ada seorangpun yang sempat menyadarinya– . Dengan begini, Mr. Robbert akan mengira bahwa aku tetap bersama mereka, karena sinyal sensor keberadaanku dilacak dari mini phone itu. Aku segera melambatkan lariku sehingga memberi sedikit jarak diantara kami, lalu setelah cukup jauh aku membelok ketikungan dan memutar ke Barat Daya. Baiklah, kali ini akan kubuktikan ke Mr. Pungu itu kalau aku benar!.
“ bodohnya Mr. Robbert tak sadar kalau aku mungkin tidak se-Pintar dia tapi aku lebih Cerdas darinya ”, gumamku.
            Aku berhenti sebentar untuk mengatur nafas, lalu mulai berkonsentrasi melacak dengan memejamkan mataku lagi. Aku melihatnya !, nenek itu sedang berjalan, mendekati seorang perempuan berambut panjang dan pirang dari belakang. Gadis itu, rasanya tak asing. Itu….
 AKU !? ,
   Aku membalikkan badan, dan benar saja!. Seorang nenek yang sedang menjinjing seekor anjing berwarna putih berada tepat dibelakangku.
 Nenek itu melengkungkan bibirnya dengan polos,
“ sedang apa anak muda cantik seperti kamu malam-malam begini keluyuran, nak? ”, tanyanya dengan suara bergetar.
“ Loh nek, seharusnya saya yang bertanya. Sedang apa nenek malam-malam begini mengajak seekor anjing jalan-jalan? ”, tanyaku sambil mengkerutkan alis, meraba-raba saku jaketku untuk menggenggam bius laser ditanganku.
  Nenek itu memasang raut sedih,
“ Nenek rabun cahaya, nak. Saat siang hari, nenek tidak bisa melihat jalan dengan baik. Maka itu nenek hanya bisa mengajak Duke jalan-jalan saat malam hari”, katanya sambil mengelus-elus bulu anjingnya. Aku jadi merasa bersalah,
“ maafkan saya nek, rumah nenek dimana?, perlu saya antarkan?”, tawarku dan nenek itu menggeleng sambil  tersenyum.
“ tidak usah nak, rumah nenek hanya tinggal beberapa meter lagi saja”, jawabnya.
“ baiklah kalau begitu nek, maafkan saya. Sampai bertemu lain waktu ”, kataku sopan sambil membungkuk hormat lalu berjalan kearah target utama.
            Aku meregangkan badanku, harusnya tadi aku mendengarkan kata Mr. Robbert. Aku mengeluh kecewa sambil menguap lebar dan memejamkan mata. Sekilas terlihat dalam pejaman mataku itu, nenek itu sedang memegang sebuah pistol hitam dan mengarahkannya padaku. Aku langsug terkejut dan melompat jauh kekanan diiringi suara letusan pistol. Hampir saja, bisa dibayangkan kalau tadi aku tidak sempat memejamkan mata. Aku menatap nenek itu, benar. Ia sedang menggenggam sebuah pistol hitam, raut wajahnya yang kecewa tidak selugu saat pertama bertemu. Kali ini ia terlihat kasar dan menyeramkan.
Cih, sudah kuduga kau bukan wanita biasa ! ”, katanya lantang namun dengan suara yang tetap bergetar.
“ Nenek !?, nenek sebenarnya siapa !? ”, seruku masih dalam keadaan kaget sambil mengatur nafasku mengingat keberuntunganku tadi.
“ siapapun aku itu bukan urusanmu! ”, bentaknya sambil menekan pelatuk pistol dengan jari telunjuknya, untung saja aku segera melompat kekiri sebelum peluru itu mengenai salah satu bagian tubuhku.
            Sial, aku mesti cari bantuan !’, pikirku sambil meraba-raba telingaku. Oh shit, aku lupa kalau aku sudah melepas mini phone itu !. Terkadang aku jadi merasa diriku bodoh karena tak pernah memperhatikan segala resiko yang akan terjadi seperti ini.
“ hentikan nek !, saya bukan orang jahat !”, teriakku dengan suara lantang sambil meloncat lagi dan lagi kearah kiri sejauh mungkin diiringi dengan suara pistol yang berkali-kali terdengar begitu keras.
“ justru karena ‘Kau bukan orang jahat’ lah aku berbuat begini padamu anak muda!”, katanya kasar sambil terus menerus menekan pelatuk pistol yang membuatku kewalahan untuk menghindar. Akhirnya aku kembali meraba saku jaketku, lalu menekan tombol on pada laserku dan mengarahkannya pada nenek itu. Sialnya ia berhasil menghindar!.
“ ternyata aku salah sudah meremehkanmu nak! ”, kata nenek itu lantang sambil bengong melihat penenuan laser biusku ini. Sekarang gantian ia yang melompat kesana kemari untuk menghindar.
“ nenek harusnya sudah sadar sejak tadi ”, kataku sambil tersenyum, merasa bahwa sebentar lagi kemenangan akan berada ditanganku mengingat lawanku ini adalah seorang nenek tua yang sudah rapuh. Maksudku, pasti seseorang yang sudah tua akan cepat kelelahan jika melompat sejauh itu berkali-kali bukan?.
“ Menyerah saja nek!, Nenek pasti akan ka…”, suaraku terhenti karena tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Aku segera berpindah kekanan, namun saat aku hanya mulai menghadap kanan, rasa sakit yang teramat sangat terasa pada lengan bagian atas tangan kananku, diiringi dengan suara pistol dari arah kananku dalam posisiku sekarang, dan arah belakang dari posisiku tadi.
            Aku menjerit pelan saat aku dapat merasakan tangan kananku mulai mati rasa, hingga laser yang kugenggam ditangan kananku jatuh dan menggelinding ditanah. Aku menoleh keji pada orang dikananku. Lelaki berbadan tinggi dan memakai jas beserta kaca mata hitam. Sambil tersenyum puas ia mengangkat senapan panjang yang ia pegang ditangan kanannya.
“ KAU ! ” aku baru saja ingin memaki-makinya, namun sebelum itu terjadi dengan kecepatan tangan yang luar biasa entah kapan ia menurunkan senapannya, sebuah peluru menancap lagi pada lengan yang sama. Membuatku menjerit semakin keras, diiringi darah yang sudah mulai mengalir deras dari luka yang dibuatnya.
            Saat itu yang dipikirkan dibenakku untuk kabur, karena aku tidak memiliki kekuatan lagi untuk loncat kesana-kemari. Dan terlebih lagi aku tak ingin seorangpun diantara mereka berhasil menancapkan peluru tepat dijantungku. Aku tak akan mati secepat ini !. Akupun –dengan semua sisa tenaga yang ada– berlari begitu kencang kearah Timur Laut. Namun feeling-ku berkata lelaki itu mulai mengarahkan senapannya lagi padaku. Jadi aku segera berbelok melewati gedung-gedung besar dan berlari sejauh dan secepat yang aku bisa. Disaat aku merasa cukup aman, aku menghentikan langkahku dan bersender pada dinding sebuah rumah yang sudah gelap. Mungkin pemiliknya sudah tertidur lelap. Akupun menutup mataku, dalam pandanganku mereka sedang tertawa sambil memainkan laser biusku. Sial!, kupikir lelaki itu mengejarku!. Memangnya dia pikir aku bisa mati secepat itu apa !?.
“ Arggh…”, erangku sambil memegangi lenganku yang semakin mengeluarkan banyak darah. Lenganku benar-benar mati rasa saat ini, dan pikiran bodoh mulai menghantuiku. Aku berperang dalam pikiranku sendiri antara mati dan tidak, seraya kelopak mataku mulai terasa berat dan berat. Namun aku tidak ingin terlelap karena aku takut aku tidak akan membuka mataku lagi setelahnya.
            Aku terduduk ditanah, lalu tanganku meraba-raba isi ranselku berharap ada sesuatu didalam sana yang akan sangat berguna saat ini. Sesuatu berada dalam genggamanku, dan saat aku mengambilnya itu adalah sebuah senter yang sebenarnya merupakan sinyal S.O.S yang akan terhubung pada miniphone dan benda yang sama pada Annie dan Stevanie. Aku benar-benar merasa sangat bodoh saat itu. Kenapa aku tidak memakainya sejak tadi !?. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk menyesal, aku harus menyalakannya. Dan sial untuk kedua kalinya, sebelum aku berhasil menekan tombol on pada dinding senter. Sebuah cahaya yang sangat menyilaukan mata muncul dari balik bangunan dibelakangku, diiringi dengan suara decitan keras dan panjang yang aku sendiri tidak tahu apa itu. Namun kelopak mataku yang sudah susah payah kutahan untuk tidak berpejam akhirnya terpejam juga karena refleks menahan silau. Sial, aku merasa apa yang aku takutkan terjadi. Mataku tak dapat dibuka lagi!, dan sedetik selanjutnya kegelapan memenuhi kepalaku. Apa aku akan benar-benar mati ?.


            Aku merasa otakku kosong, dan kepalaku yang berdenyut sangat cepat membuat pikiranku melayang. Namun dalam bayanganku terdengar suara decitan pintu yang terbuka. Aku ingin membuka mataku dan melihatnya. Namun tak bisa, semakin dicoba terasa semakin berat. Tetapi panca indera pendengaranku tetap berfungsi dengan baik. Suara langkah sepatu semakin keras mendekatiku. Terdengar beberapa kali suara dentingan gelas atau piring kaca –menurutku– sebelum semua suara itu berhenti menjadi sebuah keheningan. Dalam denyutan kepalaku yang semakin sakit aku merasakan sesuatu yang basah menempel erat dibibirku. Kemudian cairan dingin masuk kedalam mulutku dari bibirku yang sedikit terbuka karena sesuatu yang sedikit kasar dan basah terasa bergerak-gerak berusaha membuka bibirku. Mau tak mau cairan itu tertelan masuk kedalam kerongkonganku. Dan selanjutnya aku merasa sesuatu yang menempel dibibirku itupun terlepas dan hawa dingin seketika terasa menusuk mulutku. Beberapa detik selanjutnya aku merasa denyutan kepalaku semakin pelan dan pelan. Namun saat aku mulai merasa lega, sesuatu yang dasyat membuat badanku berguncang hebat, kejang-kejang dan denyutan dikepalaku semakin kencang bahkan lebih kencang dari sebelum-sebelumnya. Dan setelah semua rasa sakit itu aku merasa semua panca inderaku tidak ada yang berfungsi satupun. Indera pendengaran, penciuman, bahkan otakku yang ikut terasa berdenyut membuatku semakin melayang jauh dari batas kesadaranku. Selanjutnya aku tak dapat berpikir apapun selain berpikir ‘aku akan mati’.


1 komentar:

  1. ini kamu sendiri yang buat ceritanya?? o.O
    susunan dan penggunaan kalimatnya bagus.
    ceritanya mengalir dan detil deskripsinya juga jelas.

    oya sekalian. follow back my blog, yaa :D

    BalasHapus

Fie Chan Here~

Fie Chan Here~
Fie always here (reading a manga), please contact me whenever wou want. keyy ? :D