How Much People Look my Blog :-3

'bout me :3

Nyu :3

"fiechan", so my friends call fie. Fie was female, age 16 y.o this October 17y.o, 2nd senior high school class, I like writing , drawing, and singing. Fie always think everyone is fie's friend. either is from Real or virtual ... oo this is a special blog about my works/story or my thoughts... hope you colud feel comfortable : D
En don't forget to leave commont, eh xD comment i mean

arigato Minna ~ (/^0^)/
Ai Lope Yuu :*

Kamis, 11 Agustus 2011

Bloods behind ‘Gomaisme’ ( Part VI )


      Hosina mengikat rambutnya kekanan dengan kunciran berbentuk kkupu-kupu berwarna merah miliknya, sambil bersenandung pelan. Seragam sekolah dengan kemeja berwarna putih, rok pendek berwarna merah hitam dengan corak kotak-kotak yang sebangun, dengan dasi bermotif sama yang kini sudah terikat dengan rapih dilehernya. Ia memiliki perasaan sedikit lega karena hari ini ia mulai masuk kekelas barunya –dan yang pasti bukan kelas menyeramkan itu– ini berbeda, tentu saja. Kali ini kelas untuk manusia, benar-benar untuk manusia dan tidak ada satu gomaismepun didalamnya.
    Pintu diketuk dan Hosina menyahut. Kiota san muncul dari pintu yang perlahan terbuka, dengan jas hitam yang biasa ia pakai. Namun rambutnya yang terlihat beruban terlihat lebih rapih teratur kebelakang, mungkin baru saja disisir.
“ ada apa ?”, tanya Hosina.
“ tuan muda sudah menunggu dibawah”, Kiota san berjalan masuk lalu membuka tirai berwarna merah jambu yang masih tertutup. Sinar matahari yang terik perlahan masuk. Kiota sedikit menyipit seakan sinar itu menusuk matanya.
“ iya, baik. Saya akan segera kesana. Terimakasih Kiota san”, Hosina membungkuk hormat sebelum mengambil ranselnya lalu berlari pelan keluar kamar. Kamarnya saat itu tak jauh dari tangga sehingga ia bisa dengan leluasa turun keruang utama tanpa harus tersasar dirumah yang menurutnya sangat luas ini. Banyak pintu, ruangan, dan tangga dimana-mana. Ia berlari dengan cepat menuruni tangga dan mendapati Hyuga duduk disebuah sofa besar berwarna merah gelap. Sedang melamun, rambutnya terlihat berantakan seperti biasa, matanya menatap lantai namun masih bisa memperlihatkan warnanya yang merah. Tangan kanannya diangkat menjulur dibagian atas sofa, kaki kirinya dilipat keatas ditumpu kakinya yang kanan. Sebuah kalung perak terlihat bergelantung diantara kerah seragam yang sama dengan yang dikenakan Hosina.
“ lama ”, komentarnya bahkan sebelum Hosina sempat menapak pada tangga paling dasar.
“ maafkan aku”
   Hyuga berdecak,
“ semua perempuan memang selalu begitu”
“ maksudmu?”
     Hyuga bangkit dari sofa tempatnya duduk, lalu mengambil sebuah kunci berwarna hitam putih dengan gantungan berbentuk salib yang menggelantung. Kunci motor. Dan lagi-lagi tanpa menggunakan tas, tentu saja. Ia berjalan kearah pintu yang telah dibukakan Keito san sebelumnya. Sebuah motor besar berwarna merah yang terlihat begitu menyolok dan, keren, terparkir persis didepan pintu yang terbuka, dengan dua helm berwarna merah gelap dan merah terang diatasnya. Hyuga segera mengambil helm berwarna gelap lalu melempar yang terang kearah Hosina, membuat Hosina sedikit goyah dan hampir menjatuhkannya, dan untung saja tidak. Hosina segera memakai Helm itu dengan cepat saat Hyuga mulai menyalakan motornya diiringi dengan suara deru mesin yang kencang, lalu naik keatasnya, dibelakang Hyuga yang kini sedang memunggunginya. Kemudian Hyuga mengendarai motornya dengan begitu kencang sampai-sampai Hosina ingin memeluknya dari belakang, dan tentu saja itu tidak ia lakukan, bagaimanapun ia tidak berani. Akhirnya Hosina hanya bisa berpegangan erat pada penahan disisi kiri dan kanannya, meskipun begitu beberapa kali ia merasa ingin terjatuh Karena Hyuga mengendarai motornya dengan sangat kencang, ia bahkan sampai menggigit bibirnya karena ngeri.
    Kalau saja dia bukan Hyuga aku pasti sudah berpegangan padanya. Aku nggak bisa ambil resiko dengan tidak memeluknya dari belakang, tapi aku takut.
“ aku baru tahu kau ternyata masih takut padaku”, Hyuga tiba-tiba berbicara dari balik helm yang menutupi wajahnya. Suara angin yang menderi membuat Hosina menyipitkan matanya dan menajamkan indra pendengarannya.
“ Apa ? ”
“ Kubilang aku baru tau kau ternyata masih takut padaku !”, Hyuga meninggikan suaranya, namun yang terdengar ditelinga Hosina hanya seperti orang yang sedang berbicara biasa.
“ hah ?! a. aku tidak…”
“ nggak usah bohong, aku bisa mendengar apa yang kau ucapkan dari dalam hati tadi. Aku nggak melarangmu berpegangan padaku. Aku nggak mau ambil resiko kalau kalau kau jatuh dari motor, kepalamu terbentur keaspal yang keras, membuat kepalamu retak, darah keluar dari kepalamu, dan…”
“Diam !!”, Hosina menjerit ngeri lalu tanpa pikir panjang lagi tanggannya memeluk Hyuga dari belakang dengan erat, dan terasa sembulan otot-otot ringan dari balik kemejanya yang tertarik. Muka Hosina memerah ,
“ kau pernah melakukannya saat pertama kali kita naik motor bareng”.
“ apa? Jangan bercanda ! ”
“ kupikir lain kali kita jalan kaki seperti kemarin…”, Seru Hosina sambil membenamkan kepalanya kepunggung Hyuga.
“ maumu ”.
      Motor Hyuga masuk kedalam gerbang sekolah yang masih ramai didatangi murid-murid berseragam merah putih. Beberapa dari mereka menatap Hosina dan Hyuga, atau lebih tepatnya menatap wajah Hyuga yang sudah terlihat keren dari balik helmnya. Tentu saja, biasanya Hyuga datang kesekolah setelah bel masuk berbunyi, iapun jarang sekali terlihat berkeliaran disekolah, paling sesekali.
     Motor Hyuga terpakir sendiri diparkiran khusus untuk kendaraan bagi para guru. Padahal disekolah ini ada peraturan dilarang membawa kendaraan dibawah umur, namun Hosina pikir ada pengecualiannya jika itu Hyuga. Hyuga turun dari motornya sesaat setelah Hosina turun, lalu melepas Helmnya. Hosina bahkan bisa merasakan jeritan beberapa wanita disekitarnya saat melihat wajah Hyuga. Hosina melepas Helmnya lalu menyerahkannya pada Hyuga. Hyuga menaruhnya dibagian atas motornya tanpa takut kedua helm bagus itu akan hilang.
   Merekapun berjalan kearah ruang guru, namun sebelum masuk Hyuga berhenti didepan pintu. Hosina bingung sendiri,
“ ada apa?”
“ kau masuk sendiri, cari guru yang bernama Daezoki. Dia akan mengantarmu kekelas itu”, jelas Hyuga.
    Hosina mengintip kedalam ruangan, disana terlihat hanya terdapat beberapa guru yang sedang sibuk menata meja mereka masing-masing.
“ tapi”, saat Hosina menoleh kembali, Hyuga sudah menghilang. Hosina sempat mengumpat kenapa cowok yang satu itu cepat sekali menghilang. Kemudian sambil berjalan pelan dan hati-hati ia masuk kedalam ruangan itu, menghampiri seorang guru berwajah sangat cantik, berambut ikal pirang dan memakai lensa mata  berwarna hijau yang duduk paling dekat dengan pintu. Dirinya sedang sibuk menata beberapa tangkai bunga yang ada didalam vas kecil berwarna putih diatas mejanya.
   Hosina berdehem kecil,
“ maaf sensei mengganggu”
“ ya?”, sensei itu menoleh kearah Hosina dan menatapnya dengan pandangan tidak suka, tanpa senyum. Seakan Hosina tengah mengganggu rutinitas tiap paginya.
“ maaf sensei, boleh nanya. Daezoki sensei dimana ya?”, tanya Hosina, dan sebelum sensei itu menjawab, sebuah suara terdengar dari belakang Hosina.
“ ada perlu dengan saya?”, Hosina menoleh. Seorang lelaki yang terlihat sudah berumur 40-an, berbadan sedikit bungkuk dan kurus berada disana, melihat Hosina dengan mata penasaran.
“ ah, kamu…”, ia membulatkan mulutnya.
“ Hosina Mikoto ?”.
“ ya ”
      Sensei itu mengangguk ,
“ tunggu disini sebentar. Saya ambil buku dulu”, katanya sebelum pergi.
          Hosina memutuskan untuk menunggu didepan ruangan , tepat saat bel berbunyi, Daezoki sensei muncul dengan dua buah map berwarna biru dan sebuah buku super tebal dijepit erat diantara kedua lengannya. Sebuah kacamata baca bertengger dihidungnya yang mancung.
“ Mikoto”, tegurnya.
“ ya sensei?”, Hosina menoleh sambil merapihkan seragamnya yang mulai kusut.
“ saya yakin Hyuga sudah memberi tahumu dimana kamu pindah. Sekarang tolong kamu bawa map ini keruang kelas”, Daezoki sensei menyerahkan kedua map biru itu pada Hosina.
“ dan ini, pada buku ini halaman 132 , nomor satu sampai terakhir. Tolong kamu tulis dipapan tulis untuk dikerjakan. Disana sudah ada bangku kosong yang telah disediakan untukmu. Saya akan keruang kelas dalam beberapa menit”, jelasnya sambil menyodorkan sebuah buku super tebal yang membuat lengan Hosina hampir mati rasa.
“sensei, anda serius?.  Saya tidak tahu dimana kelas…”
“ kelasmu tepat di samping perpustakaan , paling pojok”, Daezoki sensei menyela.
“ tapi saya murid baru dan…”
“ kamu akan terbiasa dengan mereka, mereka semua anak yang ramah”
  Daezoki sensei berdehem kecil,
“ satu pesan saya, jangan pernah menyebut dari kelas mana kamu dipindahkan. Mengerti?”.
“ sensei, saya benar-benar…”
“ sudah sana pergi kekelas, ini sudah terlambat lima menit.”, sela sensei.
      Hosina menghela nafas dalam,
“ baik sensei”, katanya lalu membungkuk sebelum berbalik dan berjalan menjauhi Daezoki sensei. Guru yang mulai di capnya sebagai orang yang keras kepala. Bagaimana tidak, ia baru dikelasnya dan dirinya sudah disuruh untuk memberi tugas. Padahal biasanya semua guru akan memperkenalkannya terlebih dahulu didepan kelas kepada teman-teman barunya.
       Hosina berjalan pelan melewati beberapa ruang kelas yang sudah mulai sunyi. Beberapa kali memutar sebelum ia menemukan sebuah papan besar bertuliskan Library, dan sebuah pintu ruang kelas dengan angka romaji ‘X.1’ berwarna kuning emas disampingnya. Tanpa pikir panjang Hosina berjalan mendekati ruangan kelas yang benar-benar hening meskipun belum ada guru itu. Ia menarik nafas panjang sebelum mengetuk pintu dan masuk kedalamnya. Semua mata memandang kepadanya, dengan tatapan biasa, membuat Hosina ingin berlari keluar lagi.
“ Sumimasen, Ohayou minna san”, sapa Hosina sambil membungkuk, tanpa sengaja barang yang ia pegang bejatuhan kelantai. Dengan panik ia memungutinya, dan sempat lega karena tidak seorangpun menertawainya, malah melihatnya dengan tatapan bingung.
           Hosina berdehem sekali sambil berjalan kemeja guru di pojok kiri depan ruangan, menaruh map beserta sebuah buku tebal diatasnya. Lalu mengambil buku tebal itu, membukanya tepat dihalaman 132. Disana terlihat beberapa soal dengan rumus matematika yang tidak dimengertinya. Tapi ia berusaha menghiraukannya dan melihat sebuah sepidol papan tulis disisi kanan whiteboard. Mengambilnya, lalu menulis perintah seperti apa yang tadi disebutkan Daezoki sensei. Setelah selesai, matanya menyapu seisi ruangan yang sedang menatapnya dengan diam. Hosinapun berhasil menemukan sebuah bangku kosong disisi kanan ruangan, dan sialnya paling belakang. Tanpa pikir panjang ia berjalan mendekati bangku itu, lalu duduk. Ia dapat merasakan semua mata menatapnya, dan sedapat mungkin ia berusaha menyembunyikan rasa malunya.
             Akhirnya seseorang bangkit dari kursinya, lalu berjalan kearah Hosina. Seseorang yang menurutnya, sangat tampan. Berbadan, mata bulat, dengan dagu kaku , dan bibir sedikit lebar. Rambutnya yang terang keemasan, sedikit panjang, dengan poni yang dijepit kebelakang. Dan itu membuatnya terlihat semakin keren.
     Lelaki itu berhenti tepat di depan Hosina.
 “ siswi baru?”
“ ya ”, Hosina mengangguk.
“ hei, sombong sekali. langsung masuk tanpa memperkenalkan diri dulu. Merasa sok  hebat ya? ”, seorang wanita berambut pendek dan sedikit bob serta berwarna ungu melihatnya dengan tatapan sinis. Ia berdecak sambil memainkan pulpen birunya diantara kedua jari.
“ Yumi, hentikan”, cela lelaki itu dengan nada sedikit meninggi pada wanita bernama Yumi yang kini sudah menatap Hosina dengan sebal.
   ‘Bagus baru masuk sudah mendapat musuh’
“ mungkin dia hanya gugup ”, lanjutnya lalu tersenyum pada Hosina.
“ siapa namamu? ”
“ Hosina Mikoto , dan kamu? ”, Hosina membalas senyuman lelaki itu.
“ Mikoto san ” , Lelaki itu menjulurkan tangannya , “ kenalkan. Gori Miyashita ”
“ Miyashita san”, merekapun berjabat tangan sebelum Gori melepaskan tangannya dan berjalan kedepan ruangan.
“ oke all, kita dapat tugas dari Daezoki sensei”, Gori mengetok-ngetok permukaan papan tulis dengan dua buah jarinya. “ so, bagaimana?. Kita kerjakan sendiri atau bersama-sama?”, lanjutnya.
   Dan semua menyerukan kalimat yang sama, “ bersama-sama”.
“ well, bisa kita lihat disini. Ada dua puluh lima soal. Adakah yang sudah bisa mengerjakannya?”, katanya seakan dia adalah seorang guru.
“ aku ”, Yumi mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“ baiklah Yumi, silahkan”, Gori menyodorkan spidol ditangannya pada Yumi yang berjalan mendekatinya. Selanjutnya Yumi tengah asik mengutak-atik rumus yang sama sekali tidak dimengerti Hosina dipapan tulis.
    Hosina memijat-mijat kepalanya. Ia menyimpulkan satu hal,kelas ini pasti murid-murid unggulan. Kelas ini pasti kelas unggulan. Wah sial, Hyuga pasti salah memasukannya kekelas itu. Harusnya Hyuga tau kalau Hosina payah dalam bidang akademik.
      Ditengah-tengah pergerakan bola matanya, Hosina menangkap sesuatu di buku teman sebangkunya yang terbuka lebar. Seorang gadis dengan kulit putih pucat, rambut panjang berwarna coklat yang dikepang dua, serta sebuah kaca mata model jadul yang terlihat sedikit retak disalah satu sisinya. Kacamatanya yang bulat sama sekali tidak seirama dengan wajahnya yang sangat kurus. Badannya terlihat sangat tegang, tetapi bukan itu yang menarik perhatianya.
          Dia pasti orang pintar, tentu saja. Semua soal telah dijawabnya dengan tulisan-tulisan kecil dan terlihat rapih.
“ siapa namamu?”, Hosina mencoba menyapa.
“ Sayaka Mii”, gadis bernama sayaka itu menjawab sambil tetap menunduk.
“ Sayaka, namaku Hosina senang berkenalan ”, Hosina menjabat tangan Sayaka.
“ kamu telah mengerjakan semuanya. Kenapa tidak mencoba maju kedepan?”
“ tidak. Aku malu”, Sayaka menggeleng.
“ loh?, kenapa harus malu?. Tidak ada yang harus membuatmu  malu bukan?”, Hosina terkekeh pelan.
“ tapi…”
“ sudah sana, aku yakin kamu pasti bisa”, potong Hosina.
“ a… aku tidak yakin…”
   Hosina mendengus, lalu mengangkat tangan tinggi-tinggi.
“ Miyashita san, Sayaka ingin menjawab soal selanjutnya”, serunya lantang.
“ baik, soal selanjutnya oleh Sayaka. Ayo maju”, Gori mengambil sebuah sepidol dilaci kecil tidak jauh didekatnya.
“ Hosina san !”, Sayaka menatap Hosina seakan ingin protes, namun Hosina malah membantunya berdiri sehingga mau tak mau ia berjalan menuju papan tulis.
    Hosina merasa puas karenanya. Matanya yang bulat mengikuti tubuh kurus Sayaka yang berjalan tanpa tenaga kedepan kelas, mengambil sepidol dari tangan Gori, dan tangannya yang gemetaran saat menggores whiteboard dengan tinta hitam, sehelai rambutnya yang jatuh menutupi mata kanannya, atau peluh yang mulai menetes dari dahinya. Hosina hampir melihat semua itu, termaksud saat seseorang yang dianggapnya sangat keren sedang tersenyum padanya dari depan kelas…

^w^   ^w^   ^w^

“ Hosina san”,
“ oh, Sayaka san. Ada apa?”, Hosina menoleh saat sedang memasukkan buku kedalam tas. Kunciran rambutnya sudah tidak sekencang tadi, bahkan tidak sedikit yang telah mencuat dari posisi semula.
“ boleh aku memanggilmu Hosina chan?”, tanyanya.
“ tentu saja, kenapa tidak?”, Hosina tertawa.
“ tapi izinkan aku memanggilmu Sayaka chan ah tidak….”, Hosina memutar kedua bola matanya.
“ Miichan…?”
“ jangan!”, sayaka berseru.
“ jangan nama itu!. Sangat aneh kedengarannya”
“ aneh bagaimana?, menurutku itu malah nama yang manis”, Hosina mengerutkan alisnya.
“ please… ”
“ oh, baiklah. Tapi jangan terlalu sering memanggilku dengan sebutan itu ya”, Sayaka menatap Hosina seakan kurang setuju.
“ siap!”, seru Hosina sambil berpose hormat. Kemudian keheningan menghampiri ruangan itu, bersamaan dengan bola mata Hosina yang membulat. Seonggok makluk dengan seragam kusut, berantakan, celana hampir melorot, dan rambut yang dibiarkan tak teratur masuk kedalam kelas. Tanpa salam, tanpa izin, dan tanpa senyuman. Kedua telapak tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya menambah sensasi misterius, ditambah dari kedua bola matanya yang merah. Itu Hyuga, dan tanpa rasa bersalah sedikitpun ia berjalan santai mendekati Hosina yang sedang mematung.
  Hosina melotot.
  Hyuga berdecak sekali ,
“ apa ?”, komentarnya tanpa mempedulikan begitu banyak pasang mata yang sekarang sedang menatapnya dengan takjub, bingung, terpesona, iri, takut, atau yang lainnya.
“ kenapa kau…”
“ aku sudah mencoba menghubungimu, dan kau tak menjawab. Tentu saja, pasti kau tidak pernah membawa ponsel ketika sedang sekolah bukan ? ”
   Kedua sudut bibir Hosina terangkat dengan kaku.
      Hyuga memutar kedua bola matanya,
“ sudah kuduga ” ,
“ baiklah, dengarkan aku . setiap makan siang, kau harus selalu ke atap. Oke?  Jangan membuatku harus mengingatimu sampai dua kali. Ingat itu ”
“ baik ” , Hosina mengangguk sesaat sebelum sesosok yang membuat beberapa cewek dikelasnya hampir menganga itu berjalan menjauh memunggunginya, lalu pergi keluar kelas, dan menghilang entah kemana.
“ kesannya…”, Sayaka mulai membuka mulut.
“ misterius bukan ? ”
“ hah ?”, Hosina mengernyitkan alis sambil menoleh.
“ dia , misterius. Datang, hanya mengucapkan 2 kalimat panjang, Pergi. Misterius bukan ?. siapa dia?. Kenalanmu ? ”
“ hah? Ng… kalau dibilang kenal sih iya, tapi…”
“ benarkah?.  Siapa namanya?. Kapan-kapan kau harus kenalkan dia padaku.”, Sayaka tertawa pelan sambil membenarkan letak kacamatanya yang miring. 
“ miichan…”
“ apa? miichan ?! ”, sebuah suara yang tidak asing terdengar tak jauh disisi kiri Hosina. Yumi sedang duduk dimeja sambil meng-roll poninya yang tidak begitu panjang dengan roll rambut kecil berwarna hitam. Ia mengerutkan alisnya seakan-akan dia baru mendengar suatu hal yang sangat luar biasa.
“ kau bercanda? ”, serunya tak percaya sambil bangkit lalu berjalan pelan mendatangi sayaka.
“ wanita ini? Miichan?. Oh, ayolah.”, lanjutnya.
“ apa yang salah dengan nama itu?. Kedengarannya bagus bukan?”, Hosina memiringkan kepalanya bingung saat melihat kepercayaan diri sayaka lenyap ketika ia mulai menundukkan kepala. Seakan sesosok monster yang sangat keji sedang menghampirinya.
well, that’s a cute name. I know.”, Yumi membungkuk saat berdiri tepat disamping sayaka , mulutnya berbisik pelan di telinga sayaka.
“ tapi tidak untukmu”
“ apa maksudmu ?. tajam sekali omonganmu itu Yumi san ! ”, Hosina merasa mulai kesal, Sayaka terlihat seperti sedang menahan tangis. Dan ia tidak akan membiarkan teman barunya ini terluka karena apapun alasannya.
“ baiklah, Hosina chan ”, Yumi tersenyum sinis.
     ‘sopan sekali ia memanggilku Hosina chan’
“ karena kamu murid baru disini. Biar kuberi tahu satu hal ”
“ hah?”
     Yumi menyisir rambutnya yang pendek dengan jarinya,
“ aku hanya beritahu sekali saja. Apa kamu mau berteman dengan perempuan ini?. Asal kamu tahu, mungkin dari depan ia terlihat begitu polos. Tapi dalamnya, ia sangat busuk”
“ Yumi, hentikan!”, Sayaka mulai menangis sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya yang terlihat begitu kurus.
“ kau tahu?. Dia sudah berapa kali ketahuan mencontek, mencuri, bolos, dan bahkan kabarnya baru-baru ini dia mencuri 300.000 yen dari dana iuran kelas…”
“tidak!”, Sayaka bangkit sambil mendobrak permukaan mejanya.
“ aku tidak mencuri apapun dari kalian!. Kamu saja yang selalu mengfitnahku !”, bentaknya.
“ oh ya ?. jika bukan kamu, siapa lagi?. Kamu satu-satunya orang yang jadi bendahara dikelas ini Sayaka chan. Sudah katakan saja terus terang. Kau itu memang dari keluarga yang cukup kaya, yahh… walaupun harus kubilang tidak lebih kaya dari kami semua. Anak pengusaha tisu toilet,  hahaha…"
“ Yumi! Sudah cukup! Kasihan miichan!”, Hosina bangkit saat melihat pundak sayaka mulai bergetar hebat.
“ apa?. Kau membelanya?. Hosina chan, lebih baik kamu tidak usah membelanya. Dia itu hanya anak dari keluarga broken ho…”
   -Plakk!-
       Ketahuilah, Itu bukan suara tamparan tangan, itu juga bukan suara sesuatu yang dihantam, tapi itu adalah suara dari gulungan kaos kaki berwarna hitam yang menampar wajah Yumi cukup keras. Semua orang menoleh keasal kaos kaki itu. Dan makluk cukup jangkung yang sangat mereka hormati, keren, yang sedang memegang tangkai sapu, serta dengan poni yang dijepit kebelakang, berjalan mendekat dengan wajah cengengesan tak berdosa. Kelihatannya ia baru saja bermain parodi kasti dalam kelas dengan beberapa anak cowok lainnya.
“ ups ”, sentaknya.
“ maaf”, katanya singkat dengan cengiran lebar dibibirnya.
“ Gori ! ”, Yumi setengah berteriak.
“ kau itu benar-benar… ! ”
“ Yumi, jangan marah-marah begitu dong. Akukan nggak sengaja, lagipula aku juga nggak bisa memprediksi kemana arah bola yang aku pukul. Itu sering terjadikan?”, Gori tersenyum sangat manis, siapapun yang melihatnya akan merasa dia itu seperti anak kecil berwajah polos yang tidak bisa dimarahi atau dibenci oleh siapapun.
    Wajah Yumi memerah,
“ Gori… ”
“ oh ayolah Yumi. Ini hari pertama Mikoto san belajar disini. Kita harus memberi kesan baik terhadapnya. Dan jangan katakan hal setega itu pada Sayaka san, nggak baik. Itu sangat melukai perasaanya. Lagipula, itu semua belum tentu benar bukan. Aku percaya kalau Yumi itu pasti orang terpelajar dalam segala hal. Termaksud tata bahasa yang sopan dan santun. Jadi kumohon, jangan katakana hal semenyakitkan itu lagi pada sayaka san. Jangan membuat kesan terpelajar kelas sepuluh satu ini jadi rusak. Yumi, ayolah.”
“ baiklah, aku mengerti… maaf…… ”.
  ...
     ‘Raja !!’
        Rasanya itulah yang ada dipikiran semua orang didalam ruangan kelas. Mereka menatap Gori seakan ia adalah raja yang paling berkuasa, yang tidak bisa dibantah, yang tidak bisa dikekang, dan yang tidak bisa dilawan. Hosinapun merasakan dadanya terasa hangat saat mendengar kata-kata bijak yang keluar dari mulut pria itu.
“ kalian tidak apa-apa?”, Tanya Gori sesaat setelah Yumi berjalan lemas menuju keluar ruangan kelas.
“ ya ”, jawab Hosina dan Sayaka bersamaan.
“ Sayaka san, Hosina san. Jangan dimasukkan kehati. Yumi memang selalu begitu. Omongannya pedas. Dan buat Sayaka san. Tenang saja, aku yakin kok kamu itu anak yang baik yang tidak akan pernah melakukan hal setega itu”
“ terimakasih sudah percaya padaku selama ini”, Sayaka tersenyum.
“ sama-sama, sebentar lagi istirahat makan siang selesai. Lebih baik siapkan buku pelajaran selanjutnya. ”, Gori mengingatkan.
“ Hah ? ” , Hosina melotot.
“ istirahat makan siang? Kapan?”
    Sayaka membulatkan bola matanya,
“sekaranglah, kapan lagi…”, jawabnya.
    Hosina berdecak sekali,
“ kenapa ga bilang dari tadi sih!”, keluhnya sebelum bangkit dari bangkunya dan berlari menuju luar kelas.
       Sayup-sayup dari belakang terdengar suara berteriak, “mau kemana Hosina Chaaan?”.
“ memangnya kau pikir kemana lagi”, kata hosina pada diri sendiri.
“ aish”, keluhnya sebelum menaiki anak tangga teratas.
    Dasar Laki-laki itu…


                                                                    "Sayaka Chan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fie Chan Here~

Fie Chan Here~
Fie always here (reading a manga), please contact me whenever wou want. keyy ? :D